Selasa, 27 Oktober 2015

Sepenggal cerita Langit

Hai kapten? Bagaimana tidurmu tadi malam? Nyenyakkah?
Sudah bisa bangun pagi?
Aku sering berfikir, salahkah yang kita lakukan selama ini?
Suatu hari nanti, Apakah aku yang akan bangunkan kau tiap pagi?
Lalu dengan malas kau berkata “Lima menit lagi sayaang,..”
“Lima menit lagi? Bagaimana istana kita disurga akan selesai, jika sang arsitek bermalas-malasan?”.
Kaupun bergegas bangun, lalu mengecup mesra keningku “Sekarang sang arsitek telah siap melaksanakan tugasnya!. Bagian mana dulu yang akan kita buat cintaku?”
“Tiangnya..” ucapku membelai rambutmu. “Sholat itu tiangnya… dengan 1/3 malam ini, akan kita ukir tiangnya dengan indah”. Lalu kita sama – sama tertawa.

Suatu hari nanti, Apakah aku yang akan memasak untukmu?
“Sayang?”
“Iya” jawabku
“Coba cicipi rasa sup yang enak ini, Apakah akhir – akhir ini harga garam murah?”
Aku berjalan menghampirimu lalu mencicipi sup buatanku. “Asiiin yaa..”
“Hahaa… Supmu memang tak ada duanya istriku.” Kau tersenyum menggoda.
“Hahaa..” aku mencubit lenganmu.

Suatu hari nanti, Apakah aku yang akan mengecup mesra keningmu saat kau lelah?
“Istrikuu..Istriku… Datanglah kemari, tolong aku” Kau berlari masuk kerumah kita.
“Iya. Engkau kenapa Suamiku?” Aku khawatir melihatmu terduduk lemas dikursi kayu kita.
“Mana tanganmu.. Mana tanganmu..” Kau menggenggam tanganku, lalu meletakkannya didadamu.
“Apa ada yang sakit? Aku bertanya.
“Tidak..” Engkau menggelang.
“Ada apa dengan dadamu? Apakah nyeri? Kekhawatiranku bertambah. “Suamiku.. kau kenapa?”
“Aku baik – baik saja Istriku. Aku hanya lelah, Aku hanya ingin mendekapkan tanganmu didadaku. Ahh… Bahkan tanganmu pun sunggu menenangkan” Kau menyenderkan kepalamu di pundakku.
Aku mengecupmu keningmu dengan mesra “Bagaimana dengan kecupanku? Apa berhasil mengusir lelahmu, sayangku?” Aku menatap matanya.
“Bahkan lebih dari cukup istriku. Sekarang, tubuhku benar – benar kembali segar.” Kau tersenyum
“Benarkah?”
“Aku tak akan berani membohongimu, sayang.” Kau mengelus rambutku.
“Baiklah.. karena suamiku tercinta sudah kembali segar, Bagaimana jika kita mulai sekarang?” aku tersenyum nakal.
“Memulai apa?”
“Aku memasak,  kau cuci piring. Atau aku cuci piring, lalu kamu yang masak. Silahkan kau pilih yang mana sayangku”
“Hahaa..Sudah kuduga, jadinya akan seperti ini. Seharusnya aku minta sesuatu yang lebih tadi. Emm.. ngomong – ngomong sayang, jika tugasku didapur selesai. Apakah akan ada hadiah istimewa selain sebuah kecupan?
Aku tertawa, lalu memeluk pinggangmu. “kita lihat saja nanti…”

Suatu hari nanti, Apakah kau akan cemburu padaku?
“Kau kenapa suamiku? Kenapa kau bersedih?”
Kau hanya diam.
“Kau masih cemburu?”
“Bagaimana aku tidak bersedih. Bagaiman aku tidak cemburu. Jika aku tau istriku mencintai orang lain?”
Aku tersenyum, lalu mengelus kepalamu. “Aku sangat mencintaimu suamiku. Dulu saat kita pertama bertemu, sekarang ketika kita telah menikah, lalu nanti saat kita sampai disurga. Tapi maaf, jika aku harus membagi cinta kita.”
Air matamu menetes disudut pipi. “Kenapa kau tega melakukannya padaku?” Hatimu terluka.
“Sayang… coba dekatkan tanganmu kesini.” Aku meletakkan tangannya dipertuku.
“Dialah yang membagi cinta kita.. Apa kau masih akan cemburu?” aku tersenyum, mengecup pipinya.
“Kau hamil istriku? Maksudmu.. ini tentang anak kita?”
“Iya sayangku…”
“Hahaa.. jika begitu, kita tak perlu membagi cinta. Yang kita lakukan sekarang adalah menambah kuota cinta kita” ia tersenyum bahagia, mengecup keningku, lalu mengelus perutku.

Suatu hari nanti, Apakah aku yang akan mengantarmu sampai kedepan pintu?
“Jaga pandanganmu sayang, ketika zina telah dekat dipelupuk matamu. Kecupanku ini akan selalu mengingatkan. Ingatlah bahwa ada aku dan anak – anakmu yang menunggumu dirumah” Aku mengecup mata kanan dan mata kirimu.
“Jaga perkataanmu sayang, mulut itu ibarat 2 mata pedang. Jika ia tak melukaimu dengan kata – katanya, maka akan ada orang lain yang terluka karenanya. Berkatalah yang baik, Jangan mencaci dan memaki, jangan kau umbar rayumu kelain hati” Aku mengecup bibirmu.
Aku mencium tangamu. “Tangan ini milikku, tak boleh dimiliki perempuan lain selain aku.”
Kau tersenyum, mengecup pipiku. “Berjanjilah, ketika aku pergi bekerja. Wajah ini hanya milikku, kecantikannya hanya untukku, lalu senyumnya tak boleh kau berikan pada lelaki lain selain aku.”
“Jangan mencemooh, jangan bergosip, jangan mengadu domba, jangan membuat fitnah. Jaga mulutmu untukku, agar kita bertemu lagi di Surga-Nya” kau mengecup bibirku lalu mengelus kepalaku.

Bukankah itu indah? Mungkinkah ini akan menjadi nyata? Aahhh… semoga saja Putri Bintang dan Kesatria Awan akan benar – benar bahagia ^_^.  08.18/24102015./ Rencana novel yang gak kelar - kelar.